Minggu, 28 Juni 2009

KONTROVERSI DIALOG DENGAN ORANG MATI
Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub. MA,
Guru Besar Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta

Kontroversi tentang bisa tidaknya orang yang hidup berdialog atau berkomunikasi dengan orang mati telah menjadi perdebatan panjang antara ulama hadis dan ulama sufi. Bagi ulama hadis tidak bisa orang mati berdialog dengan orang hidup. Tapi, ulama sufi menyatakan sebaliknya bahwa orang hidup bisa berkomunikasi dengan orang yang telah mati, termasuk dengan Nabi Muhammad Saw, sahabat, tabiin, para wali, para ulama, dan orang-orang yang telah meninggal dunia. 

Perdebatan ini belum tuntas sampai saat ini. Dan pada realitas kehidupan umat Islam di dunia, juga Indonesia masih terjadi perbedaan pendafat (khilafiyah) antara percaya dan tidak percaya akan dialog dengan ruh orang mati tersebut. Yang pasti ruh orang-orang yang telah meninggal itu masih hidup. Apalagi orang-orang yang digolongkan syuhada (meninggal di jalan Allah) seperti diuraikan dalam Al-Quran adalah memang masih hidup di alam barzakh (alam yang memisahkan antara dunia dan akhirat). Untuk menelusuri hal tersebut, berikut petikan wawancara Sufi dengan ahli hadis alumni Universitas Ummul Qurra Madinah, Guru Besar Besar Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta, dan anggota Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA:

Apakah orang hidup bisa berdialog dengan orang yang telah mati?
Ini penting sekali karena menyangkut akidah seseorang. Munculnya bisa berdialog dengan orang mati berawal dari ulama sufi yang menyatakan pernah bertemu dengan Nabi Muhammad saw. Masalah itu masih kontroversi antara ulama sufi dan ulama hadis, meski ulama hadis juga ulama sufi. Tapi, ahli hadis berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw sesungguhnya sudah wafat pada tahun ke-11 H. Itu terpatri dalam bahasan ilmu hadis. Artinya nabi sudah tidak ada lagi di dunia ini. 

Karena itu kalau tabiin (pengikut nabi) baik para iamam mazhab, ulama, para wali, dan lainnya yang menyatakan pernah bertemu dengan nabi itu patut dipertanyakan. Pemikiran ulama sufi seperti As-Suyuthi dan Imam An-Nawawi yang berpendapat nabi itu masih hidup. Seperti juga kata Syeikh Muhyiddin Ibnu Araby yang terkenal dengan wihdatul wujud-nya masih menganggap nabi masih hidup. Bahkan orang sekarang ini bisa berkomunikasi dengan nabi termasuk Al-Arqom di Malaysia, yang mengaku pernah bertemu dengan nabi.

Saya melihat dalil yang dipakai oleh ulama hadis lebih kuat dibanding dalil yang digunakan oleh ulama sufi. Untuk itu kesimpulan saya orang mati tidak bisa berdialog dengan orang hidup. Mungkin ulama sufi berpedoman pada Al-Quran, Ali-Imron: 169: ?Walatahsabannal ladzina qutilu fi sabilillahi amwatan bal ahya?u ?inda rabbihim yurzaquuna-dan janganlah kamu mengira orang yang meniggal di jalan Allah (fisabilillah-syuhada?) itu mati. Mereka adalah hidup dan mendapatkan rezeki (kenikmatan-kenikmatan di alam lain) di sisi Allah dan hanya Allah yang mengetahui alam lain itu. 

Karena itu ulama sufi berpendapat orang mati (ruh) bisa berkomunikasi dengan manusia. Logikanya kalau syuhada saja hidup, apalagi Nabi Muhammad saw sebagai saayyidul anbiya? (nabi paling mulia) di antara nabi-nabi.

Bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw itu hadisnya kuat?
Hadisnya antara lain: ?Man ra-any fil manaami faqad ra-any, man ra-any fil manaami faka-annama ra-any, fainnas syaithaana laa yatamaststalu by-barangsiapa yang melihatku di waktu tidur maka sungguh melihatku, barangsiapa melihatku di saat tidur maka sungguh-sungguh seperti melihatku, sesungguhnya syetan tidak bisa menyerupaiku.?
Hadis yang lain: ?Man ra?any fil manaami fasayarany filyaqdhati aw lika-annama ra-any filyaqdhati laa yatamststalus syaithaana by-barangsiapa bermimpi bertemu denganku, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar atau seakan-akan ia telah melihatku. Dan setan tidak bisa menyerupaiku?. Dan masih banyak lagi hadis-hadis yang menjelaskan akan mimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw tersebut.

Menurut ulama sufi hadis-hadis itu meyakinkan bahwa nabi masih hidup dan bisa ditemui langsung. Penafsiran seperti itu karena dalam hadis tersebut ada lafadz yaqdhah yang berarti bertemu secara langsung. Karena itu banyak sekali ulama sufi yang mennyatakan pernah bertemu langsung dengan Nabi Muhammad saw. Tapi menurut Imam Muslim, karena ada lafadz lika-annamaa, berarti suatu pengandaian mimpi. Menurut Imam Nawawi teks hadis man ra-any fil manaami faqad ra-alhaq-yaitu jika seseorang bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw, maka mimpi tersebut tergolong mimpi yang benar. Adapun maksud lafadz fasayarany filyaqdhah mengandung tiga (3) pengertian? yaitu: (1) Bagi orang-orang yang sezaman dengan Nabi Muhammad saw namun tidak sempat berhijrah, lalu bermimpi melihat nabi, maka Allah akan memberikan taufiq-Nya kepada mereka sehingga bisa bertemu dengan Nabi Muhammad saw; (2) Akan bertemu nabi di akhirat sebagai pembenaran mimpinya karena di akhirat setiap umatnya baik yang pernah bertemu maupun belum, akan mengalami pertemuan langsung dengan beliau; (3) Melihat nabi di akhirat secara dekat dan mendapat syafa?atnya.

Persoalannya setan bisa mengkalim dirinya nabi, dan hanya tidak bisa menyerupai wajah Nabi Muhammad saw. Dan setan bisa menyerupai siapa saja selain nabi, seperti para sahabat, awliya?-wali, wali songo, ulama, kiai, dan seterusnya. Tapi, saya sendiri ketika berada di Saudi Arabia selama sembilan (9) tahun untuk belajar di Universitas Ummul Qura, Madinatul Munawwarah, tidak ada cerita yang aneh-aneh. Tidak seperti artis-artis yang baru haji ke Makkah, ketika pulang mereka membawa cerita aneh-aneh seputar ditemuinya makhluk misterius: malaikat berjubah putih, berjenggot dan ketika dilihatnya hilang dan lain sebagainya. Itu bisa membahayakan akidah seseorang jika imannya lemah.

Oleh sebab itu menurut Imam Al-Ghazali, baik mana antara orang bodoh yang rajin salat, dan orang alim yang malas salat. Walau keduanya sama-sama tidak baik. Namun, sebagai perbandingan di mana keduanya saat berdzkir kepada Allah di hari yang ke-40 dalam suasana gelap didatangi suara yang mengaku Malaikat Jibril yang menyatakan dosa-dosanya (orang bodoh) itu telah diampuni dan karena itu boleh berbuat apa saja termasuk meminum minuman keras, berzina, dan sebagainya. Karena bodoh maka orang itu percaya. Tapi, orang yang alim ketika didatangi oleh suara yang sama dan menyatakan hal yang sama, malah bilang kamu bohong. Wong nabi saja dilarang berbuat apa-apa yang telah diharamkan Allah , kok manusia biasa bebas melakukan yang haram. Bohong kamu, dan pasti setan kamu.

Bahkan dalam Kitab Shahih Bukhari jilid II Abu Hurairah diberi wiridan. Dengan kata lain setan itu tidak saja memerintah yang buruk, tapi juga yang baik. Tergantung orang yang dihadapinya. Kalau yang digoda ustadz, kiai, dan ulama, maka godaannya yang baik-baik. Kata Nabi Muhammad saw, apa yang diajarkan itu benar, tapi dia itu setan yang mengaku nabi.

Isra? Mikraj Nabi dengan ruh, berarti bisa berkomunikasi dengan Malaikat?
Al-Quran al-Isra? : ?Subhanalladzy asraa bi?abdihi laylan minal masjidil haraami ilal masjidil aqsha alladzi baarakna hawlahu linuriyahu min ayatina innahu huwas sami?ul bashiru--Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kamu memperhatikan kepada-Nya (sebagian tanda-tanda kebesaran Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.?
Dalam Isra? Mikraj tersebut pendapat ulama yang paling kuat adalah nabi bersama ruh dan jasad-badannya (bi?abdihi). Itu keluarbiasaan. Jadi, tidak ada kaitannya dengan ruh yang katanya berkomunikasi langsung dengan Malaikat Jibril.

Kalau dalam wasilah, yang menyebut ruh Nabi Muhammad saw, para wali, dan para ulama, serta orang tua dalam tahlil dan doa-doa. Bukankah itu juga komunikasiantara yang hidup pada yang mati?
Tawassul (jalan perantara) dalam kaitan itu ada tiga (3) macam: pertama, tawassul dengan sifat-sifat dan nama-nama Allah (asmaul husna) dan itu masyru?-diperintahkan. Seperti dalam Al-Quran, Al-A?raf:180:?Walillahi asmaul husna fad?uhu biha wadarulladzina yulhiduna fi asmaaihi sayujzauna maa kaa nu ya?maluun?.hanya milik Allah asmaul husna (nama-nama agung sesuai sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut nama-nama Allah), nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan?.

Tawassul kedua, dengan amal saleh itu dianjurkan dan hadisnya sahih. Seperti sejarah tiga orang sahabat yang masuk ke gua di waktu hujan deras dan ternyata guanya kemudian tertutupi batu. Maka dengan amal saleh doa-doa, batu-batu itu akhirnya membuka pintu gua. Dan tawassul ketiga adalah tawassul bidzzati nabi yaitu dengan menyebut dzat nabi Muhammad saw. Dan semua itu bukan termasuk berkomunikasi dengan nabi. Kita membaca salam dan nabi menjawab salam tersebut, tapi kita tetap tidak bisa mendengarnya dan tidak pula bisa berkomunikasi dengan nabi.

Dalam doa-doa yang menyebut ruh-ruh para wali, orang tua dan lain-lain itu?
Itu boleh, karena menghadiahkan pahala yang hidup untuk ruh bagi manusia yang telah meninggal. Karena di akhirat kelak seluruh manusia yang mati itu akan dihidupkan kembali dengan jasad yang disesuikan dengan kondisi akhirat. Sehingga makan mereka tidak seperti makan di dunia, melainkan sebatas untuk kelezatan hidup (littaladdzut). Seperti dijelaskan dalam Al-Quran, Yaasin 80-81: ??wadlaraba lanaa matsalan wanasia khalqahu qala manyuhyil ?idhama wahia ramim qulyuhyihalladzy ansya?aha awwala marrah wahua bikulli khalqin ?alim?bahwa Allah akan menghidupkan tulang-tulang yang telah hancur??. Karena itu mayoritas (jumhur ulama) ahlussunnah wal jamaah menyatakan orang yang telah meninggal (ruh) itu nantinya bisa mengambil manfaat dari apa yang dihadiahkan-diperuntukkan baik dengan doa-doa dan amal saleh yang dilakukan oleh sanak keluarga dan orang-orang beriman yang masih hidup

Bukankah ruhnya gentayangan?
Mati itu berpindahnya ruh dari tubuh, jasad manusia yang dikuburkan di tanah dan itu masih di alam dunia. Sedangkan ruhnya berada di alam barzah (alam antara dunia dan akhirat) dan akan dibangkitkan kembali pada yaumul ba?ts (hari kebangkitan). Jadi yang gentayangan itu setan untuk menggoda orang yang masih hidup (ditinggal mati). Dan yang sering diceritakan orang itu adalah jin yang menyerupai atau mengaku orang yang telah meninggal. Itu membahayakan akidah seseorang.

Lalu apa beda setan dan jin?
Setan secara bahasa bisa berarti makhluk yang tidak taat kepada Allah. Baik dari jenis setan, jin, maupun jenis manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran, Al-An?am: 112: ?Wakadzalika ja?alna likulli nabiyyin ?aduwwan syayaatinal insa waljinna yuuhi ba?dhuhum ilaa ba?dhin zuhrufal qawli ghuruuran walau sya?a rabbuka ma fa?aluhu fadarhum wamaa yaftaruun---Allah jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh yaitu setan (dari jenis manusia dan jin)??. 

Beberapa waktu lalu, KH. Abdurrahman Wahid disebut-sebut berkomunikasi dengan Sunan Ampel di Ampel, Surabaya? 
Kalau itu Wallahu a?lam (Allah Yang Maha Tahu). Jadi, kalau nabi itu masih hidup dan bisa berkomunikasi dengan ummatnya, mengapa tidak muncul di masa sulit ketika Aisyah dan sahabat nabi akan memakamkam jasad beliau sampai tiga hari, ketika berusaha mengumpulkan mushaf Al-Quran, dan atau ketika para sahabat menghadapi kesulitan-kesulitan sepeninggal Nabi Muhammad saw. Kok sekarang tiba-tiba muncul di Maroko (Tijani), itu patut dipertanyakan dan pasti setan yang mengaku nabi, sahabat, para wali dan seteursnya. 

Jadi, apa urgensinya nabi tiba-tiba muncul di abad ke-19 yang diklaim oleh kelompok Tijani di Maroko. Secara rasional mestinya nabi muncul di saat sahabat menghadapi kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan sosial agama, politik, ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan lainnya yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad saw.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar