Saya sangat tertarik dengan artikel ini karena banyak hal penting yang
disampaikan dalam bahasa yang mengalir dan bahkan kocak ini. Beberapa bagian
yang menurut saya penting untuk diulangi lagi, yaitu bagaimana bersikaf
obyektif dalam tradisi ilmiah dengan memperlakukan setiap pendapat dan
aliran sama rata, dan mengkaji setiap bagiannya dengan dorongan ilmiah
semata.
Artikel ini sendiri berupaya mengajak kepada prinsip-prinsip itu dengan
argumen ilmiah yang kuat. Suatu kesimpulan yang sangat berharga sekali bagi
kita semua. Namun ada beberapa poin penting dari pemaparan ini yang membuat
saya tergelitik untuk memberikan tanggapan. Saya melihat artikel ini sedang
menyajikan suatu fenomena; yaitu isu wahabi, tetapi hanya melihatnya dari
satu arah. Karena itu, penulisnya lebih menekankan pada fenomena penolakan
non-Wahabi terhadap Wahabi lalu mencoba mendudukkan persoalan yang
sebenarnya tentang konsep dakwah Wahabi. Seakan-akan persoalan ini hanya
berupa "perang" pemikiran dan konsep sehingga terjadinya penolakan antara
kedua belah pihak. Satu arah lain yang menurut saya terlupa, adalah
pertanyaan bagaimana Wahabi sendiri bersikap terhadap non-Wahabi. Dari
kontek ini kita bisa melihat dan mencoba menafsirkan kenapa non-Wahabi
menolak Gerakan Wahabi secara adil dan tidak bias.
Bagi kalangan awam non-Wahabi, memang nampak seakan-akan hanya konsep Wahabi
yang ditolak dan bahkan oleh sebagian elit non-Wahabi disebut sebagai
kelompok yang bukan termasuk Ahlu Sunnah wal Jamaah. Sebenarnya, konsep
dakwah dan reformasi Wahabi dalam kehidupan agama Islam--bagi
saya--merupakan gerakan pembaharuan yang luar biasa. Dan kita memberikan
apresiasi tersendiri terhadap gerakan ini meskipun dalam beberapa bagian
konsepnya bisa saja kita tidak sepakat.
Namun, kenapa masih terjadi penolakan dari kelompok non-Wahabi hingga kini
dan bahkan Wahabi seakan-akan sebuah momok dengan stigma negatif yang
disandangnya. Saya kira, kita tidak bisa hanya sekadar bersandar pada
konsep-konsep Wahabi lalu menjelaskannya. Masih banyak faktor lain yang
cukup mempengaruhi penolakan ini.
Dari sudut sejarah, kita bisa melihat bahwa Gerakan Wahabi yang pada awalnya
adalah gerakan dakwah dan pemurnian tidak terhenti hanya sebatas gerakan
perbaikan-perbaikan yang digagasnya bagi kehidupan umat Islam. Wahabi dalam
menjalankan misinya melakukan kolaborasi dengan politik kekuasaan yang
ditandai dengan kerjasama antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Bani Su'ud
yang dalam perkembangan selanjutnya berhasil membentuk negara, yaitu Saudi
Arabia. Kenyataan ini yang mengajak kita untuk tidak hanya melihat konsep
Wahabi, tetapi juga melihat sepak terjangnya yang berkaitan dengan politik
kekuasaan. Saya menduga ini merupakan salah satu faktor penting yang
menyebabkan terjadinya penolakan sebagian kalangan terhadap gerakan ini.
Beberapa referensi sejarah--yang sebagian mungkin tampak seakan-akan
subyektif--tidak bisa kita abaikan. Kita bisa membaca sepak terjang mereka
yang refresif terhadap perbedaan dan bahkan memberangusnya. Salah satu
contoh korban misalnya adalah hukuman mati terhadap penulis al-Daiba'i,
yaitu buku pujian kepada Nabi Saw. yang kemudian biasa dibaca dalam
acara-acara maulid Nabi Saw. Sikap-sikap refresif dan ekstrim terhadap
perbedaan itu masih bisa kita lihat dengan nyata hingga sekarang. Jangan
harap anda bisa membaca buku-buku kajian tentang filsafat bisa masuk ke
Saudi Arabia.
Saya pikir, ini penting untuk kita ungkapkan sebagai kajian obyektif
terhadap fenomena Wahabi ini. Selain itu, pada bagian-bagian konsep dan
pandangan, kelompok ini cukup ekstrim. Dan saya menduga, bukan tidak mungkin
hal itu terjadi karena hasil kolaborasi politik. Bisa dilihat dalam rencana
mereka sekarang yang ingin meruntuhkan rumah tempat Nabi dilahirkan dengan
membawa alasan agama; menyebabkan pengkultusan yang mengarah kepada syirik.
Alasan lain, demi keluasan Masjidil Haram. Orang yang pernah ke Makkah bisa
melihat bahwa alasan-alasan ini tampak hanya dibuat-buat. Seberapa besar sih
ukuran rumah itu? Bisa dibandingkan dengan istana raja yang berdiri megah
sehingga jalan--dari arah Hilton ke Shafa--antara dinding masjid dan bukit
batu dimana istana berdiri sangat sempit dan hanya dua atau tiga meter saja.
Kesimpulan saya, penolakan non-Wahabi terhadap Wahabi tidak terbatas pada
konsep dan pandangan keagamaan mereka semata, tetapi lebih pada sikap yang
ekstrim dan refresif terhadap perbedaan sehingga penolakan non-Wahabi hanya
semata-mata penolakan yang tidak sependapat, sedangkan penolakan Wahabi
terhadap non-Wahabi adalah penolakan pemberangusan.
Sikap-sikap ini tidak hanya kita lihat dari pandangan-pandangan mereka yang
ada kaitannya dengan unsur politik kekuasaan, tetapi juga bisa dilihat dari
pandangan-pandangan intelektual mereka dari sudut ilmiah. Ketakutan teman
Perancis penulis Artikel ini cukup beralasan, bukan semata-mata stigma
negatif yang dilabelkan kepada Wahabi. Dalam konsep, sah-sah saja bagi
mereka mengklaim mengadopsi pemikiran Ibnu Taimiyah. Namun bisa dilihat
dalam persoalan tasawuf misalnya, Ibnu Taimiyah melakukan kritik terhadap
tasawuf, tetapi juga memberikan pujian dan menekankan pentingnya tasawuf.
Silahkan bandingkan dengan beberapa pengikut Wahabi--khususnya lagi yang
ekstrim dalam pandangannya--yang mengeliminasi tasawuf dari Islam, bahkan
menuding banyak pelaku tasawuf dan kelompok sufi sebagai orang-orang sesat
dan kafir.
Dari sudut ini juga kita bisa memahami kenapa sebagian kalangan menganggap
Wahabi bukan Ahlu Sunnah wal Jama'ah. Bagi saya, secara konsep ahlu sunnah,
Wahabi tidak bisa dikatakan bukan Ahlu Sunnah. Namun dari segi karakter Ahlu
Sunnah, Wahabi tidak mengikuti karakter atau ciri khas Ahlu Sunnah.
Barangkali ini penyebab anggapan sebagian kalangan tersebut.
Perbedaan pandangan tentang banyak hal dan berbagai bidang bukan perkara
baru dalam Islam. Perbedaan dan perselisihan sudah terjadi sejak masa 4
Khalifah pertama. Dalam perkembangannya, kita bisa melihat perbedaan dan
perselisihan yang semata-mata berada dalam lingkup ilmiah, dan perselisihan
yang bercampur aduk dengan politik kekuasaan. Ini merupakan faktor penting
yang kemudian memunculkan karakter ahlu sunnah dalam bersikap. Karakter itu
bisa dilihat dalam contoh. Misalnya saat Washil bin Atha memisahkan diri
dari majlis Hasan al-Bashri yang kemudian melahirkan kelompok Mu'tazilah,
tidak kita lihat sikap refresif Hasan al-Bashri. Dia hanya mengatakan bahwa
Washil bin Atha terlah memisahkan diri dari majlis kita; karena adanya
perbedaan pandangan dan sikap. Tidak ada riwayat satu pun dalam sejarah
Islam yang mengatakan bahwa kemudian Hasan al-Bashri mendekati penguasa
untuk menangkap dan membasmi Washil bin Atha serta para pengikutnya.
Karakter Ahlu Sunnah itu juga bisa dilihat dalam pandangan mereka terhadap
konflik para sahabat hingga terjadi peperangan. Mereka tidak memandang figur
sahabat dari sudut keIslaman mereka dalam konflik tersebut, tetapi hanya
mengatakan bahwa hal itu adalah ijtihad dan pilihan politik. Mereka tidak
mendeskreditkan "keislaman" Abu Musa dengan pilihan dan ijtihad politiknya
untuk berada di pihak Ali, sama dengan sikap mereka terhadap pilihan politik
Amar bin Ash yang berada di pihak Mu'awiyah. Agama mereka adalah agama yang
diyakini seluruh umat Islam, tetapi pilihan politik mereka belum tentu
pilihan politik yang lain. Lihat perbedaannya dengan sikap Syiah dan
Khawarij, misalnya.
Apa yang dilakukan oleh Wahabi sejak awal kolaborasi mereka dengan politik
bisa diukur dalam lingkup ini, dan kita bisa memahami adanya penolakan dari
banyak kalangan, dan bahkan menganggap mereka bukan Ahlu Sunnah. Meskipun
pada masa sekarang lingkup politik kekuasaan yang memperebutkan identitas
terhadap suatu wilayah tidak lagi sekeras dulu, tapi sikap mereka terhadap
perbedaan pandangan yang bersifat ekstrim dan refresif masih eksis hingga
sekarang. Bahkan dipropagandakan ke berbagai wilayah dengan membawa sikap
yang sama.
Menurut saya kita memang harus berhati-hati dalam melihat dan menyikapi
suatu pandangan keagamaan yang bercampur-aduk dengan politik kekuasaan.
Dakwah Agama dan Politik yang bersatu seringkali menjadi pusat konflik dan
agama kadang-kadang menjadi kabur bahkan terkontaminasi kepentingan. Tentu
saja maksud saya ini berbeda dengan upaya mengadopsi nilai-nilai luhur agama
dalam berpolitik.
Demikian sekadar tanggapan dari saya,
Wassalam
Aman
----- Original Message -----
From: "aznan hamat" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "aznan hamat" <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, December 01, 2005 4:09 AM
Subject: [wanita-muslimah] Isu Wahabi: Kerugian Umur Umat Islam
> Artikel yang sangat baik utk dibaca sbg respon thdp isu wahabi..
> Mudah2an ada manfaatnya..
>
>
>
============================================================================
====\
> ========
> Date: Wed, 30 Nov 2005 01:52:51 +0800
> From: "Hasrizal Abdul Jamil" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: Isu Wahabi: Kerugian Umur Umat Islam
>
> Assalamualaikum WBT.
>
> Saya minta maaf kerana tidak bersuara dan tidak memberikan apa-apa komen
> berkenaan dengan tajuk Wahabi. Tetapi setiap email yang dikirim, saya
> membacanya. Minggu lepas, cermin mata saya patah. Sedangkan sekarang ni
> saya
> berbelas jam sehari mengadap komputer untuk menyiapkan buku yang bakal
> dikeluarkan oleh syarikat tempat saya bekerja. Apabila sudah teruk sangat
> mengadap skrin, saya diserang migrane yang paling teruk saya pernah alami.
> Hingga nak buka mata pun susah. Dengar bunyi jarum jam tangan berdetik pun
> sakit kepala dibuatnya. Alhamdulillah, gaji sudah masuk dan sudah buat
> cermin mata baru. Lega rasanya. boleh meneruskan perjuangan di medan
> penulisan ini semula :-)
>
> Saya rasa ulasan tentang Wahabi itu sudah banyak, dan boleh dikatakan
> keseluruhannya baik, Insya Allah. Saya sebenarnya sentiasa avoid untuk
> tersentuh semula bab ni sebab saya rasa, pengalaman lepas sudah cukup
> memeritkan, terutamanya semasa melihat adik-adik di Jordan berperang
> sesama
> sendiri, tidak bertegur sapa dan macam-macam lagi insiden yang memalukan,
> semata-mata atas isu ini. Malah, semasa di UK dan Ireland pun keadaannya
> sama. Pendek kata, apabila bincang bab Wahabi ni, banyak sungguh masa
> terbuang. Sebab tu kalau nak bincang pun, saya cuba mencari sudut yang
> belum
> pernah saya sentuh.
>
> Anyway, saya terkenang semasa di Ireland, saya ada seorang housemate
> berbangsa Perancis yang pada masa itu baru 9 bulan masuk Islam. Dia masuk
> Islam selepas beberapa ketika terpikat dengan falsafah, dan keindahan
> syair-syair Jalaluddin ar-Rumi. Jadi, orangnya agak 'sufi' dan jiwanya
> halus. Malang sekali, dalam usia Islamnya yang begitu muda, dia telah
> menerima suntikan maklumat supaya berhati-hati mempelajari Islam sebab
> jika
> tersilap, akan terjebak ke belenggu Wahabi!
>
> Suatu hari, dia bersembang dengan saya secara personal. "Hasrizal, I have
> a
> good news but it is not that good!". Hairan saya mendengarnya lalu saya
> bertanya, "what sort of statement is this? I can't see what you are trying
> to tell me". Katanya, "my wife is pregnant and I'm gonna be a daddy!" Wow,
> ini sepatutnya menjadi berita gembira. Saya tanya dia, kenapa pulak awak
> tak
> begitu gembira dengan berita ni? Dan jawapannya amat mengejutkan saya.
>
> Dia gembira apabila mendapat tahu isterinya mengandung. Tetapi dia
> dihantui
> rasa bimbang hingga paranoid. Katanya, dia orang sufi, suka kepada
> zikir-zikir dan meminati Jalaluddin ar-Rumi. Dia takut apabila anaknya dah
> dewasa, anaknya akan jadi Wahabi dan mengkafirkan dia kerana sufinya dia!
> Ya
> Allah, rasa nak putus jantung saya dibuatnya.
>
> "What are you talking about, mate? All these are nonsense!", rasa nak
> mengamuk saya dibuatnya. Itulah kali pertama dia sebut tentang Wahabi
> kepada
> saya dan apabila saya siasat, rupa-rupanya dia telah diberikan berbelas
> keping artikel tentang bahaya Wahabi sedangkan, dia baru sahaja belajar
> bertatih di dalam ilmu Fardhu Ainnya.
>
> Ya, itu satu kenangan silam saya tentang Wahabi.
>
> Semasa di Malaysia kira-kira pada tahun 1992, saya pernah membaca sebuah
> buku kecil di dalam Perpustakaan Tun Datu Haji Mustafa, iaitu perpustakaan
> sekolah saya (SMA Izzuddin Shah, Ipoh). Buku tu telah menyenaraikan Wahabi
> sebagai salah satu ajaran yang bertentangan dengan Ahli Sunnah wal Jamaah.
> Emm, saya terima sahaja benda tu dan saya tidak nampak apa signifikasinya.
> Apabila saya berangkat ke Jordan dan memulakan pengajian, pada kepala saya
> mudah sahaja. Saya Syafie di dalam Fiqh, saya Asyairah di dalam Aqidah,
> Wahabi pula terkeluar dari Ahli Sunnah wal Jamaah. Itu semacam satu
> kepercayaan by default yang kita dapat dari Malaysia. Tetapi syukur, saya
> tak pernah kunci mana-mana pintu untuk menilai pandangan kedua.
>
> Satu perkara yang saya sayang tentang Jordan (I cant believe that Im
> actually saying this :-)), ialah pengajian di Jordan bersifat comparative.
> Kita sentiasa digalakkan meluaskan kajian, pembacaan, membuat perbandingan
> pendapat, dan jika boleh, membuat Tarjih. Tetapi yang paling penting,
> Jordan
> mewajibkan pelajarnya hadir kelas. Kalau 6 kali tidak datang kelas, mahrum
> (diharamkan) masuk ke final exam. Jadi, apabila kita konsisten masuk
> kelas,
> pemikiran kita sentiasa dididik agar bermanhaj. Saya masih ingat, semasa
> di
> dalam subjek Hadith Ahkam, kami berbalah dengan pensyarah tentang sejauh
> mana argument para Fuqaha' tentang masalah kewajipan suci daripada
> kedua-kedua hadath apabila hendak memegang mushaf al-Quran. Akhirnya kami
> sekelas diberi masa seminggu untuk pergi ke perpustakaan dan mengumpulkan
> semua dalil yang diguna pakai oleh ulama semua mazhab di dalam bab ini.
> Sama
> ada dalil al-Quran, Hadith, Usul Fiqh atau apa sahaja. Benda-benda seperti
> ini sangat baik. Ia mengajar kita untuk bersikap adil terhadap ilmu, Insya
> Allah. Syaratnya, anda ke kelas!
>
> Sebahagian daripada tuntutan silibus pengajian di Jordan, saya dikehendaki
> membaca buku daripada pelbagai aliran. Saya baca kulit ke kulit buku Kubra
> al-Yaqiniyyat al-Kauniyyah oleh Dr. Al-Buthi, saya baca Maqalaat
> al-Islamiyeen oleh Imam Abu al-Hasan Ashaari, dan dalam masa yang sama,
> saya
> juga dikehendaki membaca, memahami dan boleh membahaskan buku-buku
> karangan
> ulama yang dilabelkan Wahabi (walaupun mereka lahir, hidup dan mati
> beratus
> tahun sebelum kemunculan Muhammad bin Abdul Wahab) seperti Ibn Taimiyyah
> dengan bukunya Al-Ubudiyyah, Al-Fatwa Al-Humawiyah Al-Kubra dll, Ibn
> Qayyim,
> malah tulisan-tulisan Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri. Hmm, dengan
> fikiran
> saya yang saya yakin ia waras, sedar, ada manhaj sedikit sebanyak, dan
> adil
> dalam menilai sesuatu, demi Allah, saya tidak nampak dari sudut manakah,
> kesemua buku yang saya sebutkan tadi (sama ada aliran Salaf mahu pun
> Khalaf), yang membolehkan saya menghukum Wahabi atau Ashaari atau Maturidi
> terkeluar daripada Ahli Sunnah Wal Jamaah.
>
> Saya amat selesa dengan nasihat Dr Abdullah Fawwaz semasa di Jordan.
> Katanya, "sama ada kamu memilih aliran Salaf, mahu pun Khalaf, mana-mana
> yang membawa kamu kepada beriman dengan Yakin kepada Allah, maka teruskan
> sahaja dengan manhaj itu!". Saranan yang sama saya dapat daripada Hasan
> al-Banna dan ramai lagi tokoh yang berjiwa Da'ie.
>
> Saya juga seorang pengkaji Sejarah Khilafah Othmaniyyah. Bukan kaji
> main-main, tapi sampai belajar Bahasa Turki, belajar Bahasa Othmaniyyah,
> belajar cara baca manuskrip Othmaniyyah, berpuluh kali berulang ke Turki,
> berkeluarga angkat bangsa Turki, tinggal serumah dengan kawan-kawan Turki,
> memasak masakan Turki, mengigau di dalam Bahasa Turki... cuma kahwin
> dengan
> orang Turki sahaja yang saya tidak buat! (isteri saya mesti berbangga
> dengan
> sambal belacannya). Saya cintakan Sejarah Othmaniyyah, saya serahkan diri
> kepada bidang ini secara bersungguh-sungguh terutamanya selepas melihat
> gambar Sultan Abdul Hamid II dibaling dengan batu oleh puak sekular di
> Istanbul. Terutamanya selepas saya bertemu dengan catatan Sultan Abdul
> Hamid
> II "I am sure that the historians will vindicate me, and even if the
> Turkish
> historians do not do so, I am certain that some foreign historians will do
> me justice". Apabila saya banyak menghabiskan masa membaca
> karangan-karangan
> ulama di zaman mutakhir kerajaan Othmaniyyah, saya dibebankan dengan
> timbunan penulisan mereka yang mencela dan mencaci Muhammad bin Abdul
> Wahhab, khususnya melalui buku-buku yang diedarkan secara percuma oleh
> Ihlas
> Vakfi di Fatih, Istanbul.
>
> Ya lazimnya, kalau mahu cinta kepada Othmaniyyah, perlulah bermusuh dengan
> Wahabi. Tetapi saya bukan jenis begitu... dan saya puji Allah yang telah
> memimpin saya di dalam pencarian ilmu. Saya boleh cinta kepada Othmaniyyah
> tetapi cinta saya bukan buta. Saya bersedia untuk mengiktiraf sudut-sudut
> hitam Sejarah Othmaniyyah, termasuklah kelakuan-kelakuan buruk Gabenor
> Othmaniyyah yang bertugas di tanah Hijaz. Saya bersedia untuk menahan
> pedih
> hati dan jiwa menganalisa penyebaran fahaman Turanisma (nasionalis Turki)
> yang menular di seratus dua ratus tahun terakhir umur kerajaan
> Othmaniyyah.
> Di dalam masa yang sama, saya telah membaca tulisan-tulisan Muhammad bin
> Abdul Wahab, dan saya rasa adil untuk saya sebut "untuk sekumpulan manusia
> yang Aqidah dan Fekahnya sejahtera, membuat pembacaan politik yang salah,
> ia
> adalah sesuatu yang boleh diterima akal". Pada saya, Muhammad bin Abdul
> Wahab serta pengikutnya, sama ada mahu dipanggil Wahabi atau Muwahhidin
> atau
> apa sahaja, mempunyai pegangan Aqidah dan Fiqh yang sejahtera. Tetapi ia
> bukan jaminan untuk mereka membuat bacaan politik dan pendekatan siasah
> yang
> betul. Maka permusuhan Muhammad bin Abdul Wahab dengan Khilafah
> Othmaniyyah,
> pada kiraan saya adalah soal ijtihad yang betul dari sudut menentang
> kemungkaran, tetapi salah dari segi tidak membezakan kelakuan gabenor
> Turki
> yang goblok dengan polisi sebenar Khilafah Othmaniyyah yang Islam.
>
> Malah saya sendiri gembira apabila Dr Muhammad Abdul Hamid Harb telah
> menterjemahkan sekeping manuskrip Othmaniyyah yang tersimpan di
> Perpustakaan
> Sultan Abdul Hamid (Yildiz Sarayi) tentang rekod kerajaan Othmaniyyah
> terhadap kemunculan dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab. Manuskrip itu
> ditulis
> oleh Muhammad Kamil bin Nukman atau lebih dikenali sebagai Ibn Daraami
> al-Homsi. Manuskrip itu bertarikh 27 Ramadhan tahun 1312H, setebal 82
> keping
> iaitu 164 muka surat. Ia ditulis atas permintaan Sultan Abdul Hamid II
> yang
> mahu mengetahui secara terpeinci tentang hal ehwal Semenanjung Tanah Arab
> dari segi geografinya, sosio budayanya, dan termasuklah kesan dakwah
> Muhammad bin Abdul Wahhab.
>
> Antara isi kandungan manuskrip tersebut ialah kisah bagaimana seorang
> Badwi
> telah kehilangan untanya. Lalu dia pergi ke kubur seorang alim bernama
> Saad
> dan meratap, "Wahai Saad, wahai Saad, pulangkanlah untaku!" Hal ini
> berlarutan selama beberapa hari dan perihal Badwi yang meratap di kubur
> syeikhnya agar syeikhnya itu memulangkan untanya hilang, sampai ke
> pengetahuan Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau telah datang pada hari
> ketiga
> kepada Badwi tersebut lalu berkata:
>
> "Apa masalah kamu?"
>
> "Aku kehilangan untaku. Sebab itu aku datang ke kubur syeikh aku.
> Sesungguhnya Syeikh Saad pasti boleh memulangkan kepadaku untaku yang
> hilang
> itu!", jawab orang Badwi itu tadi.
>
> Muhammad bin Abdul Wahhab bertanya, "siapakah syeikh kamu yang kamu
> maksudkan itu?"
>
> Si Badwi menjawab, "inilah dia syeikh aku, yang duduk dalam kubur ni!"
>
> Lalu Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, "Ya Sheikh! Kamu adalah kamu dan
> kamu hidup serta kamu yang hidup tak mampu mendapatkan untamu. Apa hal
> pula
> kamu minta dari syeikh kamu sedangkan dia adalah mayat yang sudah mati.
> Bagaimana mungkin untuk dia keluar dari kubur untuk mencarikan kamu apa
> yang
> kamu sendiri tidak mampu lakukan? Sudahlah, tinggalkanlah si mati itu,
> mintalah pertolongan daripada Allah dan bukannya dari si dia yang dah
> tertanam di bawah batu ini. Dia sudah menjadi tulang temulang. Janganlah
> kamu minta dari Saad, sebaliknya mintalah daripada Tuhan Saad. Jangan
> sebut:
> wahai Saad! Sebaliknya sebutlah: wahai Tuhan Saad! Sesungguhnya Dia
> berkuasa
> untuk memulangkan untamu. Ingat, bukan Saad, tapi Tuhan Saad. Dan
> ketahuilah
> bahawa Allah itu Maha Berkuasa atas segala sesuatu!" (muka surat 31)
>
> Ibn Daraami al-Homsi yang menulis manuskrip itu, membuat komentar untuk
> Sultan Abdul Hamid II dengan berkata, "sesungguhnya nasihat-nasihat
> Muhammad
> bin Abdul Wahab telah pun disebarkan kepada kabilah-kabilah Arab dan
> mereka
> menerimanya dengan baik, malah kesannya juga amat teguh. Pandangannya
> tersebar ke seluruh pelusuk Semenanjung Tanah Arab dari hujung ke hujung,
> meliputi Haramain serta Iraq, Hijaz dan bandar-bandar yang lain." (muka
> surat 32) [rujuk Al-Othmaniyyun fee at-Taareekh wa al-Hadharah oleh Dr.
> Muhammad Abdul Hamid Harb, terbitan Darul Qalam, Dimasyq, cetakan kedua
> 1419
> / 1999)
>
> Ini adalah sebahagian daripada cacatan tentang Muhammad bin Abdul Wahhab
> yang saya baca dari sumber sejarah Othmaniyyah. Banyak lagi yang boleh
> dikaji, termasuklah di dalam koleksi nasihat Snouck Hurgronje kepada
> Pegawai-pegawai Belanda yang berpuluh jilid di Perpustakaan Yildiz Sarayi.
>
> Saya terkasima membaca tuduhan Dr Uthman Muhammadi bahawa gerakan Wahhabi
> telah menjatuhkan Khilafah Othmaniyyah. Saya tidak tahu apa motifnya.
> Apakah
> kenyataan ini mahu 'memancing' pihak kerajaan supaya menggunakan
> pendekatan
> penguatkuasaan undang-undang ke atas Wahabi di atas dasar Wahabi boleh
> menjatuhkan kerajaan BN sebagaimana Wahabi pernah menjatuhkan kerajaan
> Islam
> Khilafah Othmaniyyah? Pada saya, ini bukan suatu kenyataan yang ada asas.
> Asas sejarah tiada, asas politik pun tidak ada. Apa yang saya tahu ialah,
> gerakan yang benar-benar memainkan peranan menjatuhkan Khilafah
> Othmaniyyah
> adalah gerakan Ataturk. Dan ironinya, menurut Milner, gerakan inilah yang
> dikaji oleh Dato Onn Jaafar sehingga membawa kepada tercetusnya idea
> menubuhkan UMNO yang sekular lagi progresif. (Milner, A.C (1986), ' The
> Impact of the Turkish Revolution on Malaya, Archipel 31, Paris). Jadi,
> untuk
> mengaitkan Wahabi dengan ancaman anti establishment, saya sukar melihat
> sifirnya.
>
> Namun yang saya pasti, golongan yang memusuhi Wahabi ini ada ramai.
> Pertamanya adalah Syiah. Mereka amat benci kepada Wahabi, mungkin bermula
> dengan kebencian mereka terhadap Ibn Taimiyah yang telah menulis kitab
> Minhaaj as-Sunnah yang telah meruntuhkan berhala kepercayaan mereka.
> Keduanya, Ulama-ulama di Tanah Mekah yang juga merupakan tuan-tuan guru
> kepada pelajar Nusantara yang menyambung pengajian di Mekah. Pelajar ini
> pula pulang ke Kepulauan Melayu dan menjadi tok-tok guru di pusat-pusat
> pengajian pondok dan pesantren. Mungkin krisis di antara Mufti Mekah
> Sheikh
> Zaini Dahlan dengan Muhammad bin Abdul Wahhab boleh menjelaskan perkara
> ini.
> Saya sendiri kurang arif untuk memperincikannya.
>
> Dan terkini, yang memusuhi Wahabi adalah Amerika dan kuncu-kuncunya
> apabila
> Wahabi dikaitkan sebagai fahaman anutan Osama bin Laden serta Abu Bakar
> Al-Bashir. Maka sifir mereka ialah:
>
> Wahabi = Osama bin Laden = Abu Bakar al-Bashir = Nordin Mat Top = Dr
> Azahari
> = Terrorist!
>
> Sifir ini memang luar biasa, namun hanya sehari selepas Dr Uthman
> Muhammadi
> mengungkapkan kebimbangannya terhadap Wahabi di Utusan, sifir ini muncul
> lantas pelbagai spekulasi luar biasa timbul. Entahlah, saya tidak suka
> untuk
> terjebak di dalam isu ini. Pada saya, jika anda adil terhadap ilmu, jika
> anda berfikiran terbuka, jika ada sudi belajar ilmu perbandingan mazhab
> dan
> aliran yang pelbagai, dan yang paling penting, jika anda rajin ke kelas
> sepanjang pengajian di universiti, Insya Allah anda boleh berlapang dada
> menerima Imam Syafie, Imam Abu al-Hasan Ashaari, Imam Maturidi, Ibn
> Taimiyah, Ibn Qayyim, Al-Ghazali, Muhammad bin Abdul Wahhab, Rashid Ridha
> dan sesiapa sahaja yang pandangannya baik. Dan anda juga boleh berlapang
> dada memaafkan kelemahan-kelemahan mereka kerana yang Maksum hanyalah
> seorang ialah tuan punya makam ini, bak kata Imam Malik, sambil
> menunjukkan
> tangannya ke arah makam Rasulullah S.A.W.
>
> Firman Allah SWT: "Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang seorang
> fasiq kepada kamu membawa berita, periksalah ia terlebih dahulu. Agar
> nanti
> jangan kamu menghukum sesuatu kaum dalam keadaan jahil (terhadap apa yang
> benar), lantas kamu kemudiannya menyesal atas apa yang telah kamu lakukan"
> (Surah Al-Hujurat 49 : 6)
>
> Firman-Nya lagi: "Dan janganlah kamu berpendirian di dalam sesuatu perkara
> yang kamu tidak ada pengetahuan mengenainya. Sesungguhnya pendengaran,
> penglihatan dan hati itu akan dipersoalkan (di akhirat)." (Surah Al-Isra'
> 18
> : 36)
>
>
> Ya Allah, celikkan mata hatiku untuk melihat kebenaran di akhir zaman.
> Wassalamualaikum WBT.
>
By;yanto--------------------------------------------------------------------~->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar