Islam Juga Bisa Trendi, Lho… (Edisi 261)
STUDIA Edisi 261/Tahun ke-6
Publikasi 18/09/2005
hayatulislam.net - Ngobrolin seputar tren remaja kayak kita-kita ini, pasti nggak jauh dari persoalan gaya hidup. Mulai cara berdandan sampe berperilaku, remaja nggak pernah kehilangan dunianya yang mesti gaul, beken, en trendi. Dan lucunya sebagian kita suka seenak dengkul ngikutin tren. Asalkan asyik dan populer, tren apa aja dijabanin biar tetep diakui sebagai remaja gaul. Nggak peduli norak, murahan, mahalan, atau bebas nilai. Cuek aja meski ortu, temen, dan lingkungan sekitar nganggap aneh. Namanya juga tren. Pikirnya selalu diawali dari keterasingan. Wuih!, nyomot filsafat dari mana tuh? Ada-ada aja neh!
Ngobrolin seputar tren remaja kayak kita-kita ini, pasti nggak jauh dari persoalan gaya hidup. Mulai cara berdandan sampe berperilaku, remaja nggak pernah kehilangan dunianya yang mesti gaul, beken, en trendi. Dan lucunya sebagian kita suka seenak dengkul ngikutin tren. Asalkan asyik dan populer, tren apa aja dijabanin biar tetep diakui sebagai remaja gaul. Nggak peduli norak, murahan, mahalan, atau bebas nilai. Cuek aja meski ortu, temen, dan lingkungan sekitar nganggap aneh. Namanya juga tren. Pikirnya selalu diawali dari keterasingan. Wuih!, nyomot filsafat dari mana tuh? Ada-ada aja neh!
Dan akhir-akhir ini, tren hiburan dari negerinya Hidetoshi Nakata lagi banyak digandrungi remaja. Popularitas tokoh kartun produk negeri sakura ini kian sulit dihilangkan dari benak kita. Lagi nonton sepakbola, terlintas sosok Kapten Tsubasa dan kiper tangguh Wakabayashi. Mau jalan-jalan tapi nggak pake ongkos, inget ‘Pintu Kemana Saja’ punya Doraemon. Atau terbang pake ‘Baling-baling Bambu’. Pas lagi marah banget, pengen punya kekuatan Super Saiya Songgoku plus ‘Kungfu Peremuk Tulang’-nya Chinmi. Giliran kehilangan dompet, nyariin Detektif Conan atau paling nggak Detektif Kindaichi untuk dimintai bantuan. Wis pokok komplit dah!
Nggak cuma tokoh kartun, mainan anak-anak jepang juga populer di lingkungan adek-adek kita. Ada mobil balap Tamiya yang melesat cepat dalam sirkuit layaknya balap Formula 1. Ada juga gangsing model baru yang dikenal dengan julukan Bey Blade. Terbuat dari plastik yang dilengkapi lempengan logam di pinggirnya yang bisa mengeluarkan percikan api jika beradu dan nggak pake tali untuk memutarnya. Atau Yoyo modern yang juga terbuat dari plastik dan bisa nyala ketika berputar. Nggak ketinggalan kendaraan Sinchan alias otophet yang juga ikut beken.
Selain dari Jepang, tren budaya Barat juga sering menyapa remaja muslim via tayangan televisi. Bombardir iklan yang membidik pasar remaja menggiring generasi muda untuk terjun dalam gaya hidup konsumerisme. Gaya hidup yang memaksa remaja untuk gila belanja produk-produk terbaru biar nggak ketinggalan zaman. Telgam polyphonic yang dilengkapi camera, t-shirt tang top yang full pressed body, atau makan fast food seolah menjadi symbol remaja trendi. Tengsin dong kalo masih nenteng ponsel monophonic. Apalagi nggak punya ponsel. Malu!
Gaya hidup maksimalis dalam menikmati hidup, juga kian santer di lingkungan remaja. Liburan, udah nggak jamannya ngerjain tugas sekolah atau berkutat di perpustakaan nyari referensi. Kalo ada duit, berlibur ke luar negeri kudu jadi prioritas. Kalo bokek, cukup menikmati alam kebebasan gaya pengembara China Kwai Chang Kaine yang murah meriah. Bermodalkan panci butut, tas ransel pinjeman, atau slayer dari lap pel, pede nyabotase pick up/truk kosong untuk sampe di tujuan. Kalo perlu, jalan kaki sampe gempor. Niatnya sih mau hiking, tapi tuh badan malah tambah ceking. Mentang-mentang ngefans sama Aming. Hehehe…(ayo ngaku aja, bukan nuduh lho!)
Mumpung masih muda, nggak sedikit dari kita-kita yang tergoda untuk menjadi bintang. Apalagi jalan pintas menjadi selebriti via tren audisi pelawak atau penyanyi makin menjamur. Potensi remaja dipasung sebatas penampilan modis dan suara merdu. Masa depan remaja pun seolah dipatok di atas panggung hiburan. Bisa-bisa otak remaja kita tetep orisinil nih lantaran jarang dipake. Gaswat euy!
Mengapa jadi tren?
Sobat, kalo di jalan kita ketemu satu orang pake baju dan celana terbalik, kita pasti mikir nih orang mungkin pasien Rumah Sakit Jiwa. Tapi kalo ternyata yang pake pakaian terbalik nggak cuma satu alias banyak, mungkin kita pikir ini gaya berbusana yang lagi tren. Nah lho? Macam mana pula itu?
Yup, pada hakikatnya tren adalah kebiasaan yang dibesarkan media massa sehingga banyak penganutnya. Hal ini pasti melibatkan pihak kapitalis yang menarik keuntungan dari tren yang diangkat ke permukaan. Iya dong. Soalnya mereka yang jualin produk dalam bentuk merchandise, accessories, dan segala pernak-pernik dari tren yang diangkat. Mereka juga yang dapet untung gede dari selebriti muda pendatang baru yang diangkat jadi simbol tren remaja. Dulu, mungkin kita malu pake pakaian warisan ortu yang bergaya tahun 60-an. Tapi ketika dicetuskan trend busana back to sixty terus dipake ama sang idola, kita bangga dan rela merogoh kocek lebih dalam untuk dapetin pakaian model tahun 60-an. Betul?
Media massa sebagai gerbang informasi bagi masyarakat, gampang banget dipake untuk mengangkat sebuah tren. Apalagi kebanyakan konsumen informasi mengandalkan media massa untuk meng-upgrade wawasannya. Mereka nggak punya kemampuan untuk mencari berita sendiri atau sekadar cross check informasi yang didapet dari media massa. Hasilnya, mereka menjadi mangsa keperkasaan media massa dalam menampilkan sebuah tren.
Menurut Elisabeth Noelle-Neuman, seorang peneliti media massa, ada tiga faktor yang membuat media massa begitu perkasa dalam mengangkat sebuah opini. Yaitu, ubiquity, akumulasi pesan, dan keseragaman wartawan.
Ubiquity artinya serba ada. Media massa mampu menghadirkan segala informasi yang dibutuhkan konsumen. Dimana aja, kapan aja, tentang apa aja. Akibatnya, konsumen akan sulit menghindari pesan yang disampaikan oleh media massa dalam setiap liputannya. Informasi dari media massa sering disampaikan dalam bentuk potongan puzzle alias nggak utuh. Informasi lanjutannya diangkat pada edisi-edisi berikutnya. Hingga akumulasi informasi itu terkesan selalu update dan awet. Efek ini diperkuat oleh keseragaman pemberitaan wartawan terhadap sebuah informasi. Sehingga informasi yang sama bisa kita temukan di berbagai stasiun televisi. Kondisi kayak gini yang biasanya mampu melahirkan sebuah tren.
Selain sebagai tambang emas, sebuah tren juga bisa difungsikan sebagai media penjajahan budaya. Tren gaya hidup masyarakat Barat yang bobrok dan sekuler dikemas dalam hiburan trendi yang membidik remaja. Penyebaran ide kebebasan bertingkah laku dalam serial sejenis Dawson Creek atau klip-klip musik MTV sering tak disadari kita-kita, generasi muda muslim. Akibatnya, gaya hidup permissif alias keserbabolehan dalam berbuat lambat laun mendarah daging pada diri remaja muslim. Bahaya kan?
Nah sobat, inilah model penjajahan gaya baru yang dikampanyekan musuh-musuh Islam. Silent tapi mematikan. Karena itu, ingat pesan Bang Napi. Waspadalah…waspadalah…waspadalah!
Tantangan bagi Islam
Maraknya tren remaja yang amburadul, menjadi tantangan tersendiri bagi Islam. Dua tugas berat kudu ditanggung Islam dalam menghadapi tren itu. Menjadikan ide-ide Islam sebagai tren untuk melawan serangan ide dan budaya Barat serta membentuk generasi muda yang tangguh.
Islam juga bisa jadi tren kalo terus disebarkan. Didukung banyak kalangan, khususnya media massa. Sayangnya, Islam dan kaum muslimin sering muncul di media massa sebagai “tertuduh” dan bertaburan cap jelek aja. Kalo ada bom meledak, langsung deh ke Islam dan umatnya. Seperti tuduhan yang dilontarkan oleh Perdana Menteri Inggris Tony Blair saat mensikapi peristiwa 7/7, yakni meledaknya bom di London Juli lalu.
Kalo kalangan Islam ingin memurnikan ajaran Islam, selalu ditembaki dengan argumentasi HAM. Ketika perhatian kaum Muslimin begitu besar akan kasus ‘nyeleneh’ seperti sholat dua bahasa di Malang atau wanita jadi imam dan khatib jumat di US, dituduh memasung kebebasan beragama. Nada protes yang sama juga ditujukan ke MUI ketika Munas-nya menghasilkan sebelas fatwa yang di antaranya mengharamkan aliran ahmadiyah. Lucunya, nada protes itu disampaikan oleh kaum Muslim yang dikomandani orang-orang yang sering dilabeli cendikiawan muslim. Ini kan aneh? Iya nggak seh?
Dalam pemberitaan tentang Islam, kemampuan media massa dalam menghasilkan second hand reality begitu kental. Realitas Islam disajikan pada konsumen setelah melalui proses editing dan rekayasa sehingga jauh dari fakta sesungguhnya. Hal ini bisa kita pahami dari pernyataan seorang Rabi Yahudi Rashoron (1869) dalam suatu khutbahnya di kota Braga. Dia mengatakan: “Jika emas merupakan kekuatan pertama kita untuk mendominasi dunia, maka dunia jurnalistik merupakan kekuatan kedua bagi kita”. Yup, musuh-musuh islam sering membohongi publik melalui media massa yang dikuasainya.
Karena itu, kita kudu pandai memilih dan memilah informasi yang kita peroleh. Kita berharap, menjamurnya media massa Islam mampu menghadirkan informasi first hand reality. Semata-mata fakta, bukan rekayasa!
Islam pasti jadi tren!
Sobat, dengan kecanggihan teknologi yang dimilikinya, Jepang mampu menjajakan tren-nya di negara-negara berkembang. Budaya Barat khususnya Amerika juga menjadi tren di negeri kita lantaran negara mereka punya kekuatan adidaya yang punya akses informasi ke setiap negara. Kita nggak perlu minder akan ketertinggalan sains dan teknologi dari negara-negara maju. Sebab benih sains dan teknologi yang dipake negara-negara maju itu berawal dari para cendekiawan Muslim. Yang kita perlukan sekarang adalah Islam yang hadir dalam bentuk negara adidaya.
Dan someday, yakin deh kalo Islam bakal kembali menjadi adidaya dan tentunya ngetren karena akan memimpin dunia ini. Insya Allah. Firman Allah SWT:
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa…” (Qs. an-Nûr [24]: 55).
Rasulullah Saw bersabda:
“Islam pasti akan mencapai wilayah yang diliputi siang dan malam (seluruh dunia). Allah tidak akan membiarkan rumah yang megah maupun yang sederhana, kecuali akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan memuliakan orang yang mulia dan menghinakan orang yang hina. Mulia karena Allah memuliakannya dengan Islam; hina karena Allah menghinakannya akibat kekafirannya.” [HR. Ahmad dalam Musnad-nya, jld. IV/103].
Saat ini, nggak cukup ngandelin media massa untuk menjadikan ide-ide Islam sebagai sebuah tren yang nggak ada matinya. Saatnya kita ikut terjun ke dunia dakwah. Berani menghadirkan Islam yang murni, benar, dan baik. Sehingga layak dijadikan aturan hidup. Baik oleh individu, masyarakat, maupun negara.
Nah sobat, untuk mengembalikan kejayaan Islam seperti janji Allah dan RasulNya di atas, aktivitas dakwah nggak boleh kelewat (baik secara lisan maupun tulisan). Selain berlimpah pahala, aktivitas dakwah juga akan membantu kita menjadi remaja muslim yang tangguh. Mampu mensikapi gaya hidup remaja yang lagi in dalam sudut pandang Islam. Nggak asal ngikut kemana angin berhembus.
Oke deh, sebagai langkah awal, yuk kita sama-sama mengenal Islam lebih dalam dan lebih detil lagi. Jangan tunggu hari esok atau waktu luang. Tapi mulai sekarang. Setuju kan? [Hafidz: hafidz341@telkom.net]
by;yanto
Minggu, 28 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar