Rabu, 19 Oktober 2016

PEMEKARAN PULAU MADURA SEBAGAI PROVINSI MADURA



PEMEKARAN PULAU MADURA SEBAGAI PROVINSI MADURA


Disusun oleh :
SUPRIYANTO,SE
Ahli Tata Ruang Kota

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Dalam penelitian ini, saya mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan masyarakat Madura khususnya, saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini saya hanya memberikan gambaran apa yang seharusnya dilakukan panitia pembentukan provinsi Madura karena setelah ramai diperbincangkan tidak ada penelitian apapun kemana arah pemekaran ini akan dibawa,maka dari itu saya akan mencoba memberikan sumbangsih pikiran saya bagaimana Tata ruang kota madura akan dibangun .

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan sangat berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis ini, menyebabkan pemerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah pengawasan  dari pemerintah pusat.
Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Hal itu ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan untuk memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat dari pada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah untuk mengelola potensi-potensi dan sekaligus mengembangkannya.

Oleh karena itu, penulis berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi Daerah dan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.


B.     Tujuan

1.      Mengetahui pengertian dari Otonomi Daerah.
2.      Mengetahui tujuan dibentuknya Otonomi Daerah tersebut.
3.      Mengetahui sejarah perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia
4.      Mengetahui pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.
5.      Mengetahui dasar hukum dan landasan teori otonomi daerah.
6.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh Otonomi Daerah.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

Secara etimologi, istilah "otonomi" berasal dari bahasa latin, autos yang berarti sendiri, dan nomos yang berarti aturan. Berdasarkan etimologi tersebut, otonomi dapat diartikan sebagai mengatur atau memerintah sendiri. Jadi, pengertian otonomi daerah adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, seluruh pemerintahan daerah di Indonesia begitu saja menerima program dari pemerintah pusat sehingga ada keseragaman program di setiap daerah. Akan tetapi, setelah adanya otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian otonomi daerah adalah wewenang daerah otonom untuk mengatur dan menguris urusan pemerintahan yang diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:

o   Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
o   Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
o   Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah seperti Lurah,Camat serta Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
o   DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
o   Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o   Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem  NKRI.
o   Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B.     TUJUAN DIBENTUKNYA OTONOMI DAERAH

Tujuan utama pembentukan Provinsi dan Kabupaten atau Kota baru idealnya adalah untuk memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan ada pula karena alasan historis, budaya atau kultur (etnis), ekonomi dan keadilan (www.pkkod.lan.go.id)
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut:

a)      Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b)      Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
c)      Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.
d)     Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan itu, wakil rakyat (Legislatif) dan pemerintah (Eksekutif) memiliki kewenangan untuk membentuk daerah otonom baru, yaitu Provinsi baru, kabupaten /kota baru, distrik serta kampung baru. Legislatif dan eksekutif memiliki kewenangan untuk meneliti layak dan tidaknya suatu daerah atau wilayah dapat dibentuk menjadi propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru.
Jika berdasarkan kajian telah memenuhi kriteria dan syarat pembentukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka pembentukan daerah otonom baru layak untuk dilakukan. Dan sebaliknya jika tidak memenuhi syarat dan kriteria yang sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pemekaran, maka pembentukan daerah otonom baru tidak layak untuk dilakukan.
Ada beberapa kriteria terpenting yang harus dipenuhi dalam pengusulan pembentukan Daerah Otonom Baru sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 32 tahun 2004, pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa harus memenuhi syarat adminitratif, teknis dan fisik kewilayahan, antara lain: luas wilayah, jumlah penduduk, potensi daerah dan sebagainya.

C.    SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH

A.    Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat (zelfbestuurende landschappen).

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B.     Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading.

C.     Masa Kemerdekaan

1.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

·         Provinsi
·         Kabupaten
·         Desa
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2.      Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:

a)      Provinsi
b)      Kabupaten
c)      Desa
d)     Yang berhak mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

3.      Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957

Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:

1)      Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya
2)      Daerah swatantra tingkat II
3)      Daerah swatantra tingkat III

UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

4.      Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5.      Periode Undang Undang nomor 18 tahun 1965

Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

1)      Provinsi (tingkat I)
2)      Kabupaten (tingkat II)
3)      Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6.      Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:

1)      Provinsi / ibu kota negara.
2)      Kabupaten / kotamadya
3)      Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

7.      Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:

1) Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.
2)   Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.
3)   Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4)   Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8.      Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

D.    PELAKSANAAN OTONOMI PROVINSI MADURA

Pelaksanaan otonomi daerah di Pulau Madura sudah didengungkan lebih dari satu  dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi Pulau Madura dilandasi oleh Empat tujuan utama yang meliputi tujuan sosial budaya dan kultur, tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.

    USULAN
                   Dari penelitian ini penulis memberikan usulan tentang tata ruang kota dengan disertai gambar sebagai berikut:
     1.Pulau Madura diharuskan membentuk Kotamadya baru yang akan dijadikan sebagai Pusat Kota Provinsi dengan tata ruang kotanya yaitu Kotamadya Madura (lihat Master plan pada gambar letak dan tata ruangnya telah dikembangkan oleh penulis) Tata ruang ini sangat dianjurkan karena sebagai provinsi baru provinsi madura harus punya daya saing dari bekaas provinsi induknya, dalam master plan ini letak dan tata ruang telah direncanakan dengan baik dan diharapkan dapat menumbuhkan sektor-sektor yang ada.
      2.masyarakat harus bisa merubah image buruk terhadap lingkungan sosial di pulau madura karena bila tidak ada komitmen untuk merubah perilaku-perilaku negatif yang ada dikhawatirkan pembentukan provinsi baru ini akan sia-sia. 
             
              



     Dalam master plan dapat kami jelaskan sebagai berikut:
      1.Dengan adanya penetapan kawasan industri khusus atau terpadu dan terintegrasi dengan pelabuhan kamal, maka dapat menjadi daya saing dari provinsi Jawa Timur yang mana dalam kawasan ini pemerintah provinsi madura dapat mengembangkan  pelabuhan kamal yang saat ini mati suri sebagai palabuhan industri, dan dengan adanya kawasan industri pemerintah pusat tidak khawatir akan sumber PAD dari Provinsi Madura dan tentunya juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
      2.Panitia pembentukan bersama dengan rakyat diharapkan segera menetapkan Kotamadya Madura sebagai wilayah administratif baru di pulau madura yang nantinya akan menjadi cikal bakal pembentukan provinsi Madura untuk memenuhi syarat dalam undang-undang.dan bila hal ini semakin ditunda semakain jauh pula rencana pembentukan provinsi madura,atau panitia meminta kepada pemerintah pusat agar Kotamadya madura dapat dibentuk setelah ditetapkan sebagai Provinsi Madura guna mempercepat pemekarannya.
      3.Kawasan yang akan ditetapkan sebagai kotamadya Madura dapat direncanakan lebih jauh lagi penatannya yaitu Kawasan Simpang Empat di rencanakan sebagai taman ALON-ALON Kota Madura(perencanaanya bisa mengadopsi simpang lima semarang atau simpang lima gumul di kediri),dan sebagai pusat kota maka disekitar alon-alon dapat dikembangkan sebagai  kawasan pusat pemerintahan  yang dapat dibangun di jalur sepanjang universitas Trunojoyo dan jalur jalur lainnya dapat dikembangkan sebagai sentra-sentra business baru yang dapat memutar roda perekonomian wilayah ini.
    DASAR HUKUM DAN LANDASAN TEORI
a.      Desentralisasi  
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.

c.       Sentralisasi

Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.

Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.

Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

F.     DAMPAK OTONOMI DAERAH

a.       Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.

b.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1)       Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
a.       Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.      Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2)     Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
     Modus :
-          Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
-          Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3)     Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
    Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

4)      Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :
-   Pemotongan dana bantuan sosial biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).

5)      Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

B.     Saran
Dari kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:

1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.

3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.

4. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ø  http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-otonomi-daerah.html
Ø  http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
Ø  Srijanti, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.
Ø  http://majalahselangkah.com/
Ø  Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.
Ø  http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html
Ø  http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar