PEMEKARAN
PULAU MADURA SEBAGAI PROVINSI MADURA
Disusun
oleh :
SUPRIYANTO,SE
Ahli Tata Ruang
Kota
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Dalam penelitian ini, saya mendapat bantuan
dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan masyarakat Madura khususnya, saya menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini saya hanya memberikan gambaran apa yang seharusnya
dilakukan panitia pembentukan provinsi Madura karena setelah ramai
diperbincangkan tidak ada penelitian apapun kemana arah pemekaran ini akan
dibawa,maka dari itu saya akan mencoba memberikan sumbangsih pikiran saya bagaimana Tata ruang kota madura akan dibangun .
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Letak geografis
Indonesia yang berupa kepulauan sangat berpengaruh terhadap mekanisme
pemerintahan Indonesia. Dengan keadaan geografis ini, menyebabkan pemerintah
sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan
pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu
sistem pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap
dibawah pengawasan dari pemerintah
pusat.
Hal tersebut sangat
diperlukan karena mulai munculnya berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Hal
itu ditandai dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak
merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem
pemerintahan untuk memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan
sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional.
Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus
lebih cepat dari pada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu
sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah
untuk mengelola potensi-potensi dan sekaligus mengembangkannya.
Oleh karena itu,
penulis berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi Daerah dan
pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Otonomi
Daerah.
2. Mengetahui tujuan dibentuknya
Otonomi Daerah tersebut.
3. Mengetahui sejarah perkembangan
Otonomi Daerah di Indonesia
4. Mengetahui pelaksanaan Otonomi
Daerah di Indonesia.
5. Mengetahui dasar hukum dan landasan
teori otonomi daerah.
6. Mengetahui dampak yang ditimbulkan
oleh Otonomi Daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Secara
etimologi, istilah "otonomi" berasal dari bahasa latin, autos yang
berarti sendiri, dan nomos yang berarti aturan.
Berdasarkan etimologi tersebut, otonomi dapat diartikan sebagai mengatur atau
memerintah sendiri. Jadi, pengertian
otonomi daerah adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sebelum diberlakukannya otonomi
daerah, seluruh pemerintahan daerah di Indonesia begitu saja menerima program
dari pemerintah pusat sehingga ada keseragaman program di setiap daerah. Akan
tetapi, setelah adanya otonomi daerah, daerah memiliki kewenangan untuk
mengatur daerahnya sendiri.
Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah,
pengertian otonomi daerah adalah
wewenang daerah otonom untuk mengatur dan menguris urusan pemerintahan yang
diserahkan oleh pemerintah pusat dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut
asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan
kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.
Kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan
penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat.
Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan
oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan
otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:
o Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
o Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi
seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di
dalam UUD 1945.
o
Pemerintah Daerah itu meliputi Bupati atau Walikota, perangkat daerah
seperti Lurah,Camat serta
Gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
o DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para
wakil rakyat yang menjadi penyalur aspirasi rakyat.Selain itu DPRD adalah suatu
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
o Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk
mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan
masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
o Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam
batas-batas wilayah dan wewenang dari pemerintahan daerah di mana prngaturan
nya berdasarkan prakarsa sendiri namum sesuai dengan sistem NKRI.
o Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden
Republik Indonesia sebagaiman tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
B.
TUJUAN DIBENTUKNYA OTONOMI DAERAH
Tujuan utama pembentukan Provinsi
dan Kabupaten atau Kota baru idealnya adalah untuk memperpendek rentang kendali
pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dan ada pula karena alasan historis,
budaya atau kultur (etnis), ekonomi dan keadilan (www.pkkod.lan.go.id)
Selain tujuan diatas, masih terdapat
beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa
tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan
sosial budaya, yaitu sebagai berikut:
a) Dilihat dari segi politik,
penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat
dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b) Dilihat dari segi pemerintahan,
penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.
c) Dilihat dari
segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian
lebih fokus kepada daerah.
d) Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu
diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi
di daerah masing-masing.
Demi untuk mewujudkan tujuan-tujuan
itu, wakil rakyat (Legislatif) dan pemerintah (Eksekutif) memiliki kewenangan
untuk membentuk daerah otonom baru, yaitu Provinsi baru, kabupaten /kota baru,
distrik serta kampung baru. Legislatif dan eksekutif memiliki kewenangan untuk
meneliti layak dan tidaknya suatu daerah atau wilayah dapat dibentuk menjadi
propinsi, kabupaten/kota, distrik dan kampung baru.
Jika berdasarkan kajian telah
memenuhi kriteria dan syarat pembentukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di Indonesia, maka pembentukan daerah otonom baru layak untuk dilakukan. Dan
sebaliknya jika tidak memenuhi syarat dan kriteria yang sudah ditetapkan dalam
Undang-undang Pemekaran, maka pembentukan daerah otonom baru tidak layak untuk
dilakukan.
Ada beberapa kriteria terpenting
yang harus dipenuhi dalam pengusulan pembentukan Daerah Otonom Baru sebagaimana
tercantum dalam UU Nomor 32 tahun 2004, pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa harus
memenuhi syarat adminitratif, teknis dan fisik kewilayahan, antara lain: luas
wilayah, jumlah penduduk, potensi daerah dan sebagainya.
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN OTONOMI DAERAH
A.
Warisan
Kolonial
Pada tahun 1903, pemerintah kolonial
mengeluarkan Staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan
pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat
dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922,
pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam
ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente,
dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain
itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat
setempat (zelfbestuurende landschappen).
Pemerintah kerajaan satu per satu
diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak
panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan
kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.
B.
Masa Pendudukan Jepang
Ketika menjalar PD II Jepang
melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina,
sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan
kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah
Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun
berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan
penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda.
Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire)
No. 27/1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pada masa Jepang pemerintah daerah
hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di
daerah pada masa tersebut bersifat misleading.
C.
Masa Kemerdekaan
1.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun
1945
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945
menitikberatkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND di
keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerah-daerah yang dianggap perlu
oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing
dibagi dalam tiga tingkatan yakni:
·
Provinsi
·
Kabupaten
·
Desa
UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat
darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal
saja dan tidak memiliki penjelasan.
2.
Periode Undang-undang Nomor 22 tahun
1948
Peraturan kedua yang mengatur
tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang
ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan
bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:
a)
Provinsi
b)
Kabupaten
c)
Desa
d)
Yang berhak
mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.
3.
Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun
1957
Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah
otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi
daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga
tingkat, yaitu:
1) Daerah swatantra tingkat I, termasuk
kotapraja Jakarta Raya
2) Daerah swatantra tingkat II
3) Daerah swatantra tingkat III
UU No. 1 Tahun 1957 ini menitikberatkan pelaksanaan otonomi
daerah seluas-luasnya sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.
4.
Periode Penetapan Presiden Nomor 6
Tahun 1959
Penpres No. 6 Tahun 1959 yang
berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitikberatkan pada kestabilan dan
efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan
daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal dangan daerah
tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.
Dekonsentrasi sangat menonjol pada
kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh
pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.
5.
Periode
Undang Undang nomor 18 tahun 1965
Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga
tingkatan yakni:
1)
Provinsi
(tingkat I)
2)
Kabupaten
(tingkat II)
3)
Kecamatan
(tingkat III)
Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas
memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya,
menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan
pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh
pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas
memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani
peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam
dan di luar pengadilan.
6.
Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974
UU ini menyebutkan bahwa daerah
berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi.
Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah
tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:
1)
Provinsi /
ibu kota negara.
2)
Kabupaten /
kotamadya
3)
Kecamatan
Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II
karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih
mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
7.
Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999
Pada prinsipnya UU ini mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi.
Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
1) Sistem ketatanegaraan Indonesia
wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi
dalam kerangka NKRI.
2) Daerah yang
dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi
sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah
kabupaten dan daerah kota.
3)
Daerah di
luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.
4)
Kecamatan
merupakan perangkat daerah kabupaten.
Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak
membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi
sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan
belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
8.
Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004
Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU
No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang dalam pasal 239 dengan tegas
menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan
mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi
dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan
wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi
terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap
kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala
daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.
D.
PELAKSANAAN OTONOMI PROVINSI MADURA
Pelaksanaan otonomi daerah di Pulau Madura sudah didengungkan lebih dari satu
dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem
pemerintahan di Indonesia yang kemudian juga membawa pengaruh terhadap
kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi Pulau Madura
dilandasi oleh Empat tujuan utama yang meliputi tujuan sosial budaya dan kultur, tujuan politik, tujuan
administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan
politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah upaya untuk mewujudkan
demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan
otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi
pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan Indeks
pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah,
terdapat beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor
manusia yang meliputi kepala daerah beserta jajaran dan pegawai, seluruh
anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya. Faktor keuangan
daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan
mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen
organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dan pengembangan daerah.
USULAN
Dari penelitian ini penulis memberikan usulan tentang tata ruang kota dengan disertai gambar sebagai berikut:
1.Pulau Madura diharuskan membentuk Kotamadya baru yang akan dijadikan sebagai Pusat Kota Provinsi dengan tata ruang kotanya yaitu Kotamadya Madura (lihat Master plan pada gambar letak dan tata ruangnya telah dikembangkan oleh penulis) Tata ruang ini sangat dianjurkan karena sebagai provinsi baru provinsi madura harus punya daya saing dari bekaas provinsi induknya, dalam master plan ini letak dan tata ruang telah direncanakan dengan baik dan diharapkan dapat menumbuhkan sektor-sektor yang ada.
2.masyarakat harus bisa merubah image buruk terhadap lingkungan sosial di pulau madura karena bila tidak ada komitmen untuk merubah perilaku-perilaku negatif yang ada dikhawatirkan pembentukan provinsi baru ini akan sia-sia.
Dalam master plan dapat kami jelaskan sebagai berikut:
Dalam master plan dapat kami jelaskan sebagai berikut:
1.Dengan adanya penetapan kawasan industri khusus atau terpadu dan terintegrasi dengan pelabuhan kamal, maka dapat menjadi daya saing dari provinsi Jawa Timur yang mana dalam kawasan ini pemerintah provinsi madura dapat mengembangkan pelabuhan kamal yang saat ini mati suri sebagai palabuhan industri, dan dengan adanya kawasan industri pemerintah pusat tidak khawatir akan sumber PAD dari Provinsi Madura dan tentunya juga akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
2.Panitia pembentukan bersama dengan rakyat diharapkan segera menetapkan Kotamadya Madura sebagai wilayah administratif baru di pulau madura yang nantinya akan menjadi cikal bakal pembentukan provinsi Madura untuk memenuhi syarat dalam undang-undang.dan bila hal ini semakin ditunda semakain jauh pula rencana pembentukan provinsi madura,atau panitia meminta kepada pemerintah pusat agar Kotamadya madura dapat dibentuk setelah ditetapkan sebagai Provinsi Madura guna mempercepat pemekarannya.
3.Kawasan yang akan ditetapkan sebagai kotamadya Madura dapat direncanakan lebih jauh lagi penatannya yaitu Kawasan Simpang Empat di rencanakan sebagai taman ALON-ALON Kota Madura(perencanaanya bisa mengadopsi simpang lima semarang atau simpang lima gumul di kediri),dan sebagai pusat kota maka disekitar alon-alon dapat dikembangkan sebagai kawasan pusat pemerintahan yang dapat dibangun di jalur sepanjang universitas Trunojoyo dan jalur jalur lainnya dapat dikembangkan sebagai sentra-sentra business baru yang dapat memutar roda perekonomian wilayah ini.
DASAR
HUKUM DAN LANDASAN TEORI
a.
Desentralisasi
Desentralisasi
adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan
aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan
daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang
secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya
dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali
dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi
sekarang menyebabkan perubahan pardigma pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi
juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan
sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya adalah keinginan untuk
memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang
merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang dirancang dan
dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi antara
pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap
mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
c.
Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk
penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang.
Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan
sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di
bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara
terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini,
pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa
desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah.
Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana
sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini
mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana
sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di
Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi
tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan
sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi”
itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah
daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal
perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran
yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
F.
DAMPAK OTONOMI DAERAH
a.
Dampak
Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah
bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan
untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang
dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah
dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang
diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong
pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga
pariwisata.
Beberapa contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah yaitu:
1. Di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan.
2. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi
Daerah dapat membawa dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh
diatas dapat terjadi berkat adanya Otonomi Daerah di daerah terebut.
b. Dampak
Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah
adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak
sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar
daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara,
seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal
tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan
lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang
dengan sistem otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu
berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam
melakukan korupsi dengan APBD :
1)
Korupsi
Pengadaan Barang
Modus :
a.
Penggelembungan
(mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b.
Kolusi
dengan kontraktor dalam proses tender.
2)
Penghapusan
barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus :
-
Memboyong
inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
-
Menjual
inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3) Pungli
penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan
sebagainya.
Modus : Memungut biaya tambahan di luar
ketentuan resmi.
4) Pemotongan
uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :
- Pemotongan dana
bantuan sosial biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5)
Bantuan
fiktif
Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada
bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap
daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan
pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut
apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan
suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan
terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila
orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang
mengetahui mengenai bagaimana cara menyusun perencanaan yang baik serta
analisis dampak yang akan terjadi.
B.
Saran
Dari
kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
1. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.
3. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan. Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah.
4. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sebaiknya membuang jauh-jauh egonya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompoknya dan lebih mengedepankan kepentingan masyarakat. Pihak-pihak tersebut seharusnya tidak bertindak egois dan melaksanakan fungsi serta kewajibannya dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ø http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-otonomi-daerah.html
Ø http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
Ø Srijanti, dkk. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.
Ø http://majalahselangkah.com/
Ø Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka
Ilmu. 2008.
Ø http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/03/sejarah-perkembangan-otonomi-daerah-di.html
Ø http://otonomidaerah.com/pelaksanaan-otonomi-daerah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar